Tuesday, January 24, 2006

Kenaikan TDL dan Pendekatan Dagang

Tajuk Suara Karya Kamis, 19 Januari 2006

Berhentilah berangan-angan mewujudkan kesejahteraan dalam keluarga Anda. Harga semua kebutuhan keluarga naik. Proses kenaikan harga beragam kebutuhan itu terlihat begitu cepat, berbanding terbalik dengan nilai tukar pendapatan keluarga yang statis, bahkan justru tengah disedot oleh laju inflasi yang sudah dua digit.

Dalam situasi seperti itu, Anda sama sekali tidak punya alasan logis untuk meneruskan angan-angan menyejahterakan keluarga. Artinya, totalitas pengorbanan Anda adalah mutlak. Anda memang punya hak untuk memberikan perlawanan terhadap apa yang disebut sebagai kebijakan kenaikan harga atau tarif itu, tetapi akan lebih baik jika realistis. Sebab, sesungguhnya Anda tidak berdaya. Jika dalam kasus tarif daftar listrik (TDL) Anda coba memberi perlawanan, jawaban yang akan diberikan kepada semua orang yang melawan paling-paling seperti ini: "Kalau nggak mampu bayar listrik, pakai saja lilin.'' Sebab, sebatang lilin jauh lebih murah dibanding penerang lain berbahan bakar minyak tanah.

Sebaliknya, terdapat begitu banyak alasan logis untuk meminta Anda berhenti berangan-angan. Renungkanlah; praktis tidak pernah ada sama sekali berita atau informasi yang bisa menyenangkan banyak orang, terutama para ibu rumah tangga yang mengelola uang belanja. Hari-hari ini, ketika masyarakat masih menggerutu karena harga beras naik, disusul kemudian dengan "menipiskan" stok beras di gudang-gudang Bulog, muncul lagi berita yang tidak mengenakkan telinga semua orang. Kali ini soal listrik.

Pemerintah berniat menaikkan tarif dasar listrik (TDL) 18,4 persen hingga 48,3 persen dari tarif yang berlaku sekarang. Keputusan pemberlakuan TDL baru akan diumumkan paling cepat 1 Februari dan selambat-lambatnya 1 April 2006. Proposal kenaikan TDL itu, pekan ini, sudah di meja kerja Menko Perekonomian Boediono.

Sama seperti ketika para ekonom pemerintah melakukan pendekatan dagang saat merumuskan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), pendekatan serupa juga dilakukan saat menyusun proposal kenaikan TDL. Kecenderungan serupa juga terbaca dengan jelas dalam kasus beras. Tidak ada good will untuk memberi kesempatan petani menikmati untung. Begitu harga beras pasokan petani naik, digagas impor beras guna menghilangkan peluang petani mendapat untung. Padahal, kalau cerdas, kenaikan harga beras petani bisa dibuat moderat, kalau Bulog memaksimalkan fungsi pengendalian harga dengan efektif. Fungsi itu tidak dimaksimalkan. Yang ditempuh lagi-lagi jalan pintas, pendekatan dagang

Cukup alasan bagi banyak orang untuk kecewa. Rakyat memilih para pemimpin karena percaya dan berharap kualitas kehidupan akan mengalami perubahan ke level yang lebih baik dari sebelumnya, karena filosofi "bersama kita bisa" mengatasi semua persoalan sebagaimana digemakan sang pemimpin ketika berkampanye. Ketika tiba giliran sang pemimpin untuk berkarya, pendekatannya sangat kontradiktif. Sebab, kepercayaan rakyat itu ditanggapi dengan pendekatan dagang untuk semua kebutuhan yang diproduksi oleh unit-unit usaha negara. Konyol kalau beranggapan segala sesuatu yang diproduksi unit-unit usaha negara sebagai milik pemerintah, dan jika butuh, rakyat harus bayar, berapapun harga yang ditetapkan.

Tujuan kenaikan TDL tak lain dari mengurangi tekanan defisit yang merongrong PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Makin besar defisit PLN, subsidi pemerintah makin besar. Maka, kalau mengikuti jalan pikiran dagang dari mereka yang menyusun proposal itu, kenaikan itu mestinya lebih cepat lebih baik bagi PLN, agar PLN-nya sendiri tidak bangkrut.

Alasan paling pokok dari proposal kenaikan TDL itu adalah mahalnya harga BBM. Biaya BBM untuk pembangkit PLN tahun 2006 diperkirakan Rp 51 triliun, sementara besaran subsidi APBN 2006 hanya Rp 15 triliun. PLN minta pemerintah memberi subsidi dalam bentuk pengurangan harga bahan bakar minyak, bukan subsidi tunai.

Lagi-lagi karena pendekatan dagang, permintaan PLN untuk mendapatkan harga BBM yang lebih murah tampaknya sulit diberikan, walaupun produk PLN menjadi salah satu kebutuhan seluruh rakyat di negara ini.***